Nyadran Tradisi Leluhur Jawa Dalam Menyambut Bulan Ramadhan

Nyadran Tradisi Leluhur Jawa Dalam Menyambut Bulan Ramadhan

Amongguru.com. Nyadran adalah salah satu tradisi dalam menyambut bulan Ramadhan yang berasal dari tanah Jawa, khususnya Jawa Tengah dan Yogyakarta.

Di dalam perhitungan kalender Jawa, bulan Ramadhan adalah bulan Ruwah, sehingga kegiatan nyadran menjelang datangnya Ramadhan disebut juga dengan istilah Ruwahan. 

Nyadran merupakan salah satu prosesi adat Jawa dalam bentuk kegiatan tahunan yang ada di bulan Ruwah (sya’ban).

Bentuk kegiatannya berupa bersih-bersih makam dan acara selamatan atau kenduri. Kata “nyadran” sendiri berasal dari bahasa Sansekerta, yaitu sraddha, yang berarti keyakinan.

Masing-masing daerah, baik di wilayah Jawa Tengah maupun Yogyakarta memiliki makanan tradisional sebagai “sadranan” untuk dibawa ke makam.

Nyadran

Biasanya sadranan tersebut berupa nasi lengkap dengan lauk, ikan asin, peyek, dan kerupuk yang ditempatkan di tampah atau keranjang.

Selanjutnya sadranan akan ditempatkan di area makam dengan sebelumnya dilakukan kenduri (doa bersama dan bancaan).

Bingkisan sadran ada yang dibagi-bagikan kepada anak-anak kecil dan fakir miskin yan sudah menunggu di luar lokasi nyadran.

Ada juga sajian sadranan yang dijadikan satu kemudian dibagikan kembali ke masing-masing penyadran dengan saling bertukar makanan.

Nyadran

Sejarah Nyadran

Berdasarkan catatan sejarah, tradisi nyadran ini sudah ada sejak lama. Nyadran merupakan bentuk reminisensi dari uparacara sraddha Hindu pada jaman dahulu.

Sekitar abad ke-15, para Walisongo menggabungkan tradisi nyadran dengan dakwahnya, agar agama Islam dapat dengan mudah diterima.

Pada awalnya para wali berusaha meluruskan kepercayaan yang ada pada masyarakat Jawa saat itu tentang pemujaan roh yang dalam agam Islam dinilai musrik.

Nyadran

Supaya tidak berbenturan dengan tradisi Jawa saat itu, maka para wali tidak menghapuskan adat tersebut, melainkan menyelasraskan dan mengisinya dengan ajaran Islam, yaitu dengan pembacaan ayat Al-Quran, tahlil, dan doa.

Nyadran selanjutnya dipahami sebagai bentuk hubungan antara leluhur dengan sesama manusia dan dengan Sang Pencipta.

Rangkaian Acara Nyadran

Rangkaian acara yang dilakukan dalam prosesi nyadran dimulai dengan besik atau bersih-besih makam keluarga.

Makam akan dibersihkan dari berbagai kotoran dan rumput yang ada di sekitarnya agar terlhat lebih bersih dan rapi.

Setelah besik makam selesai, selanjutnya menempatkan dan mengatur sadranan pada lokasi sekitar makam.

Biasanya, sadranan akan ditempatkan jadi satu memanjang dengan beralaskan daun pisang. Kemudian semuanya diminta untuk duduk menempatkan diri di depan sadranan untuk melakukan kenduri.

Baca juga :

Kenduri atau selamatan ini dilakukan dalam bentuk pembacaan doa, zikir, tahlil, dan ditutup dengan makan bersama disekitar makam tersebut. Acara makan bersama tersebut adalah bentuk rasa syukur kepada Allah SWT.

Makna Tradisi Nyadran

Nyadran dapat dimaknai sebagai bentuk hubungan antara keluarga yang sudah meninggal dengan sesama manusia. Masyarakat Jawa Tengah dan Yogyakarta mempercayai bahwa mendoakan leluhur dan keluarga yang sudah meninggal adalah hal yang baik untuk dilakukan dan dilestarikan.

Nyadran

Tradisi nyadran juga bertujuan untuk mengingatkan keluarga yang masih hidup di dunia tentang kematian yang bisa saja mendatangi tanpa mengenal tempat dan juga waktu.

Melalui ziarah kubur ini, maka umat Muslim akan diingatkan tentang ibadah di dunia sebagai bekal untuk hidup yang abadi di akhirat nantinya.

Demikian sekilas informasi mengenai nyadran, tradisi leluhur Jawa dalam menyambut Bulan Ramadhan. Semoga bermanfaat.

Tinggalkan Balasan